Sabtu, 17 Agustus 2013

[Review] Film: La Tahzan

Sebuah film yang menceritakan tentang seorang wanita bernama Viona (Atiqah Hasiholan), dia tinggal di Bandung, lulusan desain grafis dan berkeinginan untuk sekolah di jepang. Viona sudah lama sekali dekat dengan lelaki bernama Hasan (Ario Bayu). Suatu ketika Hasan pergi ke jepang terlebih dahulu secara mendadak. Dan beberapa bulan setelah itu, Viona juga mendapatkan kesempatan untuk belajar sambil bekerja di Jepang. Tapi mereka berdua seperti sudah lost contact. Viona hanya berbekal kado berupa buku note kecil dari Hasan yang didalamnya terdapat alamat Hasan di Jepang.

Ketika ingin berangkat kerja, Viona yang sedang naik sepeda menabrak mobil, dan jatuh. Pada saat itu lah, ada sosok Yamada (Joe Taslim), seorang fotografer keturunan Jepang-Indonesia. Momen itu menjadi momen awal perkenalan mereka. Lama kelamaan mereka dekat, dan Viona pun juga merasakan apa yang dirasakan oleh Yamada. Ya, ada point dimana Viona harus memilih Hasan atau Yamada. Ayo siapa yang dipilih? Langsung aja nonton yah!

Sumber: maricari.com

Kalo dari segi cerita dan alur sih biasa aja ya. Cerita ya tentang percintaan, trus ada orang ketiga, trus harus menentukan dua pilihan. Standard lah. Dan alur pun, dibilang terlalu cepet, enggak. Dibilang terlalu lama, enggak. Dibilang alurnya ketebak, enggak. Dibilang alurnya ketauan juga enggak. Standard lah.

Gue malah menikmati cara mas Danial Rifki menyutradarai film ini. Ngeliat akting Atiqah Hasiholan dan Joe Taslim di film ini, gue harus ngacungin jempol sih. Atiqah berakting total dengan logat sundanya yang manja-manja, dengan lari yang khas imutnya dan tangan yang menggemaskan ala gadis2 jepang. Trus Joe Taslim juga. Biasanya kan dia berperan sebagai lelaki garang. Tapi di film ini, dia jadi cowo korea yang ngomongnya sedikit imut-imut. Pokoknya beda sama karakter dia di film sebelomnya. Character buildingnya keren!!!

Sumber: muvila.com

Dibilang film ini islami, sebenernya gak sebegitu islaminya. Sejujurnya gue masih kurang nangkep kenapa judulnya jadi La Tahzan. Dan apa korelasi sama inti ceritanya. Gue masih gak dapet pointnya aja. 

Trus trik mas Danial untuk tidak memperjelas film diawal untuk membuat kita terus penasaran dengan filmnya, berhasil sih. Tetapi, disayangkan endingnya cuma segitu. Kurang nendang. Padahal kita penasaran, "Endingnya gimana sih?". Tapi overall menghibur lah untuk ditonton. Suasana jepang, drama percintaannya, dan akting unik dari atiqah dan joe taslim membuat film ini jadi kece. Ngebayangin di credit tittle nama crew dan cast cuma se-sedikit itu, pasti pas produksinya gila-gilaan deh. Buat mas Danial dan team semangat yah! Filmnya lumayan menghibur laaaah.

Rate: 7.3/10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Minggu, 26 Mei 2013

[Review] What They Don't Talk About When They Talk About Love

Ya, film ini emang panjang sekali judulnya Agak susah sih ketika lo mau nyebut nama filmnya pas mau beli tiket. Tapi ya sudahlah ya. Terbayar juga dengan kenikmatan ketika menonton filmnya.

Film ini merupakan film garapan Mouly Surya. Sejujurnya, gue belom tau dengan jelas siapa Mouly Surya ini. Secara, gue baru suka film Indonesia hampir setahun belakangan ini. Tapi kalo lihat di wikipedia, mba Mouly Surya ini merupakan Sutradara film Fiksi yang berhasil menjadi Sutradara Terbaik di ajang FFI (Festival Film Indonesia).

Mari kita sederhanakan dulu What They Don't Talk About When They Talk About Love ini menjadi Don't Talk Love. Biar gampang nulis dan bacanya juga.


Sejujurnya, yang bikin gue tertarik nonton film ini pertama adalah karena film ini diputer di Sundance Film Festival. Dan entah kenapa banyak filmmaker, aktris/aktor, aktivis festival film, dll yang juga menyarankan untuk nonton film ini di bioskop. Tapi ketika nanya temen kantor gue yang udah nonton film ini, dia bilang "Hmmm gue sih gak suka ya sama filmnya". Tapi karena gue bukan tipe orang yang bilang film bagus karena banyak orang yang bilang film itu bagus, dan sebaliknya. Jadi mendingan gue langsung nonton di bioskop aja.

Film ini berceritakan tentang kaum disabilitas. Ada Karina Salim yang hanya bisa melihat dengan jarak 2cm. Ada Ayu Shita yang gak bisa ngelihat (Tuna Netra). Dan Nicholas Saputra yang gak bisa ngomong (Tuna Wicara). Dan beberapa tokoh lainnya. Film ini mengupas ketulusan kisah cinta para kaum disabilitas.

Karina salim (Diana) jatuh cinta dengan Andhika, seorang pria yang sering menggunakan topi. Keterbatasan dia untuk melihat tidak menghalanginya untuk merasakan perasaan jatuh cinta tersebut. Andhika juga merupakan seorang Tuna Netra, sehingga Diana berusaha sebagai mana mungkin dengan untuk mendapatkan perhatian dari Andhika.

Andhika & Diana

Di sisi lain Nicholas Saputra (Edo), memiliki ketertarikan dengan Ayu Shita (Fitri). Edo yang merupakan anak penjaga warung jajan di sekolah. Dia sering mengamati saat Fitri sedang berbincang-bincang di meja menikmati jajanan sekolah, bahkan mengintip saat Fitri dan pacarnya sedang berhubungan intim di kamar. Ketika itu, Edo jatuh cinta pada Fitri, tetapi dia hanya bisa mencoleknya pada pertama kali, karena keterbatasannya untuk berbicara. Lama kelamaan, Edo pun belajar huruf braille dan surat-suratan dengan Fitri.

Keindahan Don't Talk Love terdapat pada insight yang ingin disampaikan. Ketika kebanyakan orang jatuh cinta karena tampang, harta, dan segalanya serta dapat mengutarakan cinta dengan sewajarnya. Film ini menyajikan sesuatu yang berbeda. Contohnya Diana dan Edo. Ketika Edo bisa menikmati kecantikan Fitri, tetapi dia tidak bisa mengungkapkannya dengan keterbatasan bicaranya. Di sisi lain, Fitri juga tidak bisa melihat bagaimana tampang edo.

Fitri & Edo

Penggarapan yang luar biasa dari Mouly Surya, membuat film ini asik untuk dinikmati. Sedikitnya dialog yang diutarakan membuat film ini berasa semakin tulus yang digambarkan dengan akting para pemainnya. I love they way to act. Keindahan cerita, dialog, dan akting, semuanya ada di film ini. TOP!

Rate: 8.3/10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Minggu, 05 Mei 2013

[Review] 9 Summers 10 Autumns The Movie

Saat tahun 2011, gue sudah dipertemukan dengan Novel yang satu ini. 9 Summers 10 Autums. Secara pribadi, gue bukan pembaca novel. Tapi gue emang suka dengan buku yang berhubungan dengan 'Self Development'. Ditambah lagi, pertama kali gue tau novel ini dari penulisnya langsung. Mas Iwan Setyawan pernah bicara di depan gue dan ratusan orang lainnya dan berbagi tentang kisah hidupnya itu. Mulai darisana lah, gue jatuh cinta sama yang namanya 9 Summers 10 Autumns.

Denger novel ini akan di-film-in, gue seneng banget. Ditambah tau, sutradaranya itu mas Ifa Isfansyah. Senengnya jadi berkali-kali lipat, karena gue yakin filmnya akan oke.


9 Summers 10 Autumns ini simpelnya, berceritakan tentang anak supir angkot yang tinggal di kota Malang, dia berhasil menjadi direktur salah satu perusahaan di New York. Makanya slogan, atau tagline buku ini "From Apple to Big Apple".

Cerita dari film ini sangatlah simpel dan mudah dinikmati. Kesederhanaan film ini tidaklah membuat film ini menjadi "murahan" dan "begitu aja". Karena, dibalik ceritanya yang simpel, gue suka dengan pengambilan gambar di film ini. Buat Gandang Warah dan tim sebagai DOP nya yang telah merumuskan segala macem angle kamera, kalian keren banget. Salah satu keunggulan film ini dari pengambilan gambarnya. Dan juga tone warna yang dibuat oleh colourist membuat film ini menjadi lebih sederhana dan enak untuk di nikmati.


Emang sepertinya mas Ifa Isfansyah gak pernah gagal dalam setiap karyanya. Di film ini, dia berhasil menyajikan sesuatu yang tidak flat. Walaupun mungkin dari cerita begitu saja dan mudah ketebak, tetapi mas Ifa merumuskan film ini dengan alur maju  mundur, sehingga tidak begitu membosankan. Ditambah lagi, akting dari beberapa pemain yang menurut gue oke mulai dari Ihsan Tarore yang dari gaya jalannya aja mirip banget sama mas Iwan Setyawan dan juga Ibu dan Bapak yang diperankan oleh Alex Komang dan Dewi Irawan membuat film ini semakin berkualitas.

Film ini memang penuh dengan inspirasi dan motivasi. Tetapi hal itu tidak diperlihatkan secara langsung seperti rasanya "digurui" oleh film. Tapi dengan kesederhanaan setiap kisah di film ini, mampu membuat emosi terpancing dengan adanya lika-liku di kehidupan seorang Iwan Setyawan.


Buat yang belom nonton, coba deh tonton di bioskop. Ajak pacar, temen, atau bokap nyokap juga oke kok. Kalo bukan kita yang nonton Film Indonesia, siapa lagi? Dan pastinya film ini mudah, sederhana dan berkualitas untuk dinikmati. Selamat menonton ;)

Aku memang tidak bisa memilih masa kecilku, tapi masa depan itu hanya kita yang hanya bisa melukiskannya.

Film itu cuma dua jam, makanya segalanya dibikin cepat. Emang kamu mau hidup kamu kayak di film, cuma dua jam?

Rate: 8.2/10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Selasa, 16 April 2013

[Review] Java Heat: Culture Display in Modern Way

The first time when my mate as Publicist invited me to attend pre-screening Java Heat, i didn't really know about this movie. I just ever read Java Heat via twitter at a glance. Then, i read synopsis from 21cineplex and also watched the trailer.

Pre-screening Java Heat

This movie is about Malik (Mickey Rourke) who want to get classic and valuable jewel of  Princess Sultana (Atiqah Hasiholan). Jake (Kellan Lutz), ex-navy from USA came to Yogyakarta to arrest Malik. But, he had been investigated by Letnan Hashim (Ario Bayu). Since, he is the man who have last conversation with Princess Sultana before the bomb accident happened. In the mean time, Jake and Letnan Hashim collaborate to arrest Malik, because Letnan Hashim's family is catched by Malik.

The first reason why I love this action movie, because it was produced by Indonesian. Both of crew or cast. Some people said "It is Hollywood movie which only take shots in Indonesia. Director, producer and core crew from Hollywood". But, according to Verdi Solaiman, "It also Indonesian movie. All crew and cast is mixed between Hollywood and Indonesia. Many of top Indonesian Filmmaker have a role in this movie production". Really proud to Indonesian filmmaker who always try to produce high quality movie.

Courtesy: Kapanlagi.com

I recommend all of you to watch this movie in cinema. Why? Because this movie has great sound that you have to enjoy clearly. And also, Yogyakarta beauty scenery such as Borobudur, Taman Sari, etc is one of the reason why I enjoy Java Heat. You won't feel bored in Cinema, since the action was awesome. The way the car crushing, the way the gun shooting, the way blood dripping will stimulate your eye to focus on the screen.

I personally think, this movie also great to be watched for foreigner who want to know about Indonesian Cultures. Conor Allyn as Director succeeded to show many cultures in this movie. Such as the way bathing the dead person, the way children kiss parent's hand when gonna go to school, call "Mas" as brother's calling, Pencak Silat as one of Indonesian martial, etc.

Java Heat isn't movie which only stick to action, but also it has great storyline. Even ending of this movie is not high as i expected, but it still one of the movie that you have watch in Cinema. You can  enjoy this movie since April 18th, 2013.

With Director and Cast Java Heat

It's your chance to enjoy movie which Indonesian cast have great acting with Top Hollywood Actor such as Kellan Lutz (Twillight) and Mickey Rourke (Iron Man 2). For whoever thought "Indonesian movie is so so. Just horror movie with some sex scene, etc". Please watch this movie. You won't underestimate Indonesian movie after watch this movie. Even it's collaborated by Hollywood.

Rate: 8/10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Sabtu, 06 April 2013

[Review] Madre The Movie

Ini adalah salah satu film Indonesia yang gue tunggu-tunggu. Gue bukan pembaca novel. Jadi gak tau sama sekali apa ceritanya. Yang gue tau cuma ini filmnya berceritakan tentang "roti" dan "blog". Dua kata itu yang sebenernya membuat gue penasaran sama film ini.

Madre menceritakan tentang seorang pemuda bernama Tansen yang memiliki kehidupan yang sangat bebas. Dia hobi surfing dan berbagi pengalamannya melalui blog. Sampai suatu saat dia mendapatkan warisan dari kakeknya. Sebuah kunci yang merubah hidup dia. Ternyata kunci itu merupakan kunci untuk membuka kulkas di toko roti tua yang berada di Bandung. Nama toko roti tersebut Tan De Bakker. Ketika dibuka, ada setoples adonan roti yang ternyata itulah yang diwariskan sang kakek untuk tansen. Adonan roti yang disebut Madre. Untuk kisah selanjutnya silahkan tonton film ini di bioskop. Mari mulai untuk menonton film Indonesia di bioskop sebagai bukti konkrit anda memajukan perfilman Indonesia.


Menurut gue, film ini ceritanya sih oke, tapi penyutradaraannya saja yang gak oke. Packagingnya gak bagus. Ketika gue nonton, gue gak bisa mendapatkan emosi yang "smooth". Emosi yang didapatkan selalu terpatah-patah dan tidak membentuk track yang jelas. Hmmm apa ya? Jadi semacam cast nya disuruh "ayo akting sedih!", "ayo bahagia!", "ayo ketawa!". Jadi abis emosinya bahagia, tiba-tiba bisa jadi langsung sedih dan tanpa ada transisi emosi yang jelas diantaranya.

Banyak juga scene dimana cast atau figuran terlihat setengah ketawa, penggarapan karakternya kurang kuat. Dan vino pun, ya seperti vino-vino di film lainnya yang selengean dan ya kayak gitu. Nothing special. Banyak adengan nabrak sama orang yang sangat terlihat dibuat-buat dan sangat ga penting.


Seperti yang  gue bilang sebelumnya, gue belum pernah membaca novelnya, jadi tidak tahu apakah cerita ini bergenre komedi atau tidak. But honestly, the movie is trying to hard to be funny. Lawakannya tuh gak natural. Gak bikin gue ketawa sampai ngakak juga. Kayaknya kalo emang dibikin lebih serius, nilai-nilai dari film ini justru akan lebih nyampe.

Dari segi cerita pun ya ketebak banget. Gue tau abis ini akan ngapain. Abis ini ngapain, ketebak aja. Standar. Gak ada bagian yang gue berfikir "wanjir! ternyata kok gini ya?". Dan pas endingnya pun "lah? udah selesai?". Dan bukan hanya gue yang berfikir kayak gitu, karena pada saat nonton pun, di ending gue denger banyak yang reflek berkata "lah?". Menandakan mereka merasakan sama dengan apa yang gue rasakan.


Dari segi pengambilan gambar sih biasa aja. Tapi objek gambar yang diambil emang bagus. Toko roti yang tua, suasana kota bandung, bali, ke-vintage-an film ini menambah nilai positif di film ini. Dan Laura Basuki dengan segala macam pakaiannya sangat terlihat cantik di film ini sehingga gue gak bosen-bosen untuk menunggu scene dia yang selanjutnya. hehehe

Soundtrack yang dibuat juga menurut gue oke, gue suka soundtrack instrumental yang diputer. Jadi bikin toko roti dan ceritanya terlihat semakin istimewa dan unik. Dan "Jodoh Pasti Bertemu" nya afgan juga still not bad untuk menambah aransemen di film ini. Tapi secara keseluruhan gue kurang begitu puas dengan film ini.

Salah satu dialog yang gue suka di film ini
"Hidup jangan coba-coba. Kamu harus serius. Kalo enggak nanti hidup kamu dicoba terus."

Rate: 4/10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Jumat, 29 Maret 2013

[Review] Belenggu

Berawal dari tweet mas Verdi Solaiman, yang bikin gue kepo tentang film berjudul Belenggu ini. Sebagai pecinta film Indonesia, dan katanya ini bergenre Thriller, gue sangat tertarik untuk nonton film ini di bioskop. Kalo inget "Film Indonesia", "Thriller", gue langsung keingetan Rumah Dara. Dan itu jadi salah satu film favorit gue. Gak sabar aja rasanya, mau nonton di bioskop sambil "menggelinjang" ngeliatin aksi kejam di film bergenre Thriller ini.

Gue nonton film ini sekitar beberapa minggu yang lalu di Blok M Square, SENDIRI!!!, sehabis pulang kantor. Gue rela-relain nonton karena beneran tertarik sama film ini. Rasa kesel gue muncul ketika banyak temen kantor yang gue ajakin "nonton film belenggu yuk?!". Dan mereka merespon "Ah film apaan tuh? Film Indonesia. Lebay. Ceritanya hantu-hantuan esek-esek doang palingan". Dan mereka makin gak mau nonton setelah melihat poster belenggu yang menurut mereka seperti film Indonesia lainnya yang sama sekali gak tertarik untuk ditonton.


Walaupun gak ada yang nemenin, dan bioskop yang muterin tinggal Blok M Square sama satu bioskop lagi, gue rela untuk nonton film ini. Karena sebegitu penasarannya sama film ini. Ditambah katanya film ini akan diputer di International Film Festival di Italia atau dimana gitu dan juga banyak beberapa review yang bilang film ini oke banget. Dan gue pun memiliki ekspektasi tinggi untuk film ini.

Dateng. Masuk bioskop dengan ekspektasi yang tinggi. Ternyata beberapa menit diawal itu emang agak membosankan. Gue berusaha untuk menikmati film ini, tapi enggak sebegitunya enjoy untuk dinikmati. Film ini mulai seru ketika sudah mulai si Polisi mencari siapa pembunuh sebenernya. Disitu mulai sedikit lebih seru, karena kita dipancing untuk berfikir "lah, siapa ya pembunuhnya?".

Tetapi gue akuin, dari segi pengambilan gambar, tone warna, dan kemampuan Art Director untuk membentuk lingkungan sekitar bener-bener keren dan menambah nilai positif untuk film ini. Dan gue suka ngeliat Abimana dalam berakting. Sebegitu berasanya mental dia terganggu.


Kalo lo liat poster film ini, pasti lo akan menyangka film ini banyak adegan "sadis", tapi pada kenyataannya, adegan "sadis" ini banyak yang gak diperlihatkan. Gak seseru pada Rumah Dara yang bikin penonton ngilu sendiri saat nontonnya. Jadi kalo menurut gue, film ini dibilang Thriller, gak terlalu Thriller. Dibilang Horror, juga bukan horror. Lebih ke psikologis gitu sih ya.

Dan kata orang-orang, ending filmnya akan twist dan seru banget. Tapi sejujurnya, gue di beberapa menit sebelom ending udah bisa menebak siapa pelakunya, karena orang di film itu cuma itu-itu aja. Dan ending film ini pun gak "cetar" dan membuat gue berfikir "anjir!! ternyata dia pelakunya". Tapi lebih ke "Tuh kan, bener dia". Untuk menjelaskan ending ini bener-bener dijelaskan secara detail satu persatu, sehingga penonton sudah keburu nebak siapa pelakunya, sebelom ending itu sampai pada klimaksnya.

Sebagai pecinta Film Indonesia, sejujurnya gue sudah memiliki ekspektasi yang tinggi untuk film ini, tapi ternyata hasilnya gak sesuai ekspektasi gue. So sorry, I can't really enjoy this movie.

Rate: 5.5 / 10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Minggu, 03 Februari 2013

[Review Film] 3SUM

Siapa yang udah nonton 3SUM? Emang agak gimana sih ketika orang nanya "Mau nonton apa?" Trus kita jawabnya "Trisam". Kamis kemaren itu gue abis nonton Film 3SUM di Planet Hollywood. Bukan nonton film biasa gitu, tapi nontonnya, nobar yang diadain sama Moviegoers.

Awalnya gue tertarik nonton film ini karena pertama ini Film Indonesia. Gak tau kenapa, gue lagi suka-sukanya aja nontonin Film Indonesia. Kayaknya ada perasaan menggelinjang kesenengan + bangga gitu. Gak tau ya, itu sih yang gue rasain. Seneng yang susah dijelasin dengan kata-kata. Kedua, film ini omnibus dan sutradaranya itu bukan yang udah nge-hits macem riri riza, atau hanung, gitu-gitu lah. Tapi justru itu yang bikin gue tertarik buat nonton. Biar ada tantangan ke diri sendiri "Tuh, dia bisa loh bikin film kayak gitu, bagus, bisa tayang di bioskop pula. Ayo dong zar, lo juga bisa." Amin, semoga suatu saat ya.

Film 3SUM ini merupakan omnibus dari 3 film. Film pertama judulnya Insomnight yang genre-nya horror. Kedua judulnya Rawa Kucing yang agak drama. Dan yang ketiga Impromptu yang bergenre action. Selain 3 genre yang berbeda, film ini juga digarap oleh 3 sutradara berbeda. Mungkin itu lah disebut dengan 3 SUM.

Ini pas judulnya Insomnight (sumber: hot.detik.com)

Gue sih suka ya sama film ini. Salah satu Film Indonesia yang bikin gue seneng "Yeay!!! Akhirnya gue nonton. Keren!!". Macem itu lah. Di Insomnight, gue suka banget sama pelototan mata Winky Irawan yang bikin gue penasaran, aduh ini kenapa sih. Trus shot nya yang kebanyakan dikamar, dengan alur yang sedikit lambat, terus akting yang gelisah beneran bikin gue sebegitu gelisahnya. Gue kayak "Arrrgggh!!! Kenapa sih ini?". Jadi geregetan sendiri gitu lah. Deg-deg-an-nya juga dapet. Dan pas di-ending ternyata "Eyaaa, ternyata gitu ya".

Judul kedua rawa kucing sih gue suka banget sama wardrobe dan art directornya. Tata ruang, asesoris, baju dll. Top sih kalo menurut gue. Dan lawaknya juga dapet. Di bagian ini gue nge-fans banget sama "Afung". Yang jadi kakaknya si Ayin. Gue se-suka itu sih dengan aktingnya dia. Bahkan menurut gue, dia lebih total aja aktingnya dibanding Ayin. Tolong kalo ada crew and cast nya yang baca. Sampaikan salam saya buat Afung yah :D. Oh ya sama soundtrack di akhir Rawa Kucing juga bagus sih. Enak aja didengernya. Trus santai, sederhana, tapi menyentuh. Mantep lah.

Nah yang kiri ini afung. (Sumber: entertainment.kompas.com)

Di bagian Impromptu ini yang menurut gue agak kurang. Emang sih gue tau bikin film Action gak segampang bikin drama karena butuh gerakan, sound effect yang pas. Trus efek macem darah lalala yang pas juga. Berantemnya udah lumayan oke sih, tapi kayaknya kurang gimanaaa gitu. Kayaknya kurang nampol aja. Kurang menggugah adrenaline gue gitu. Yaudah gitu. Endingnya juga gitu. Sejujurnya gue gak terlalu suka impromptu dibandingkan dua genre yang awalnya. Tapi masih tetep oke untuk film action indonesia lah.

Gue suka sama film ini, sayang banget gak bisa ngobrol-ngobrol langsung sama sutradaranya. Karena waktu itu gue dapet pemutaran yang jam 9.25, jadi gak ada sesi tanya jawabnya kayak yang pemutaran jam 19.00. Kalo menurut gue pribadi kekurangannya itu:
1. Sound masih ada beberapa yang gak sync antara suara dan gerakan bibir
2. Bagian impromptu, actionnya kurang gereget + efek darahnya masih keliatan "yah itu mah betadine" atau apalah. Kurang "darah".
3. Banyak editing yang masih kasar. Jadi keliatan gak kontinyu. Ketara banget.

Impromptu (Sumber: Muvila.com)

Hmmm apa lagi ya? Mungkin itu aja kali ya. Tapi secara keseluruhan gue puas nontonnya. Gue sangat rekomen kalian untuk nonton film ini. Film ini sutradaranya masih tergolong baru, bahkan artis dan figurannya pun juga bukan yang mainstream,yang sering muncul di layar lebar gitu, tapi aktingnya gak kalah sama yang udah papan atas. Pokoknya gue suka lah sama film ini. Gue yakin perfilman Indonesia kedepannya bakal lebih berkembang. Ayo dukung terus film indonesia. Simpel aja, nonton filmnya di bioskop :)

Rate: 7.8/10

P.s: This post is my honest opinion. I'm not pro movie reviewer or pro filmmaker, or something. I'm just amateur filmmaker who love watch indonesian movie.

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Kamis, 06 Desember 2012

[Review] Life of Pi

Halo perkenalkan gue bukan reviewer film atau kritikus film yang sebenarnya. Tulisan ini hanya murni untuk melatih gue nulis dan berbagi tentang apa yang gue nikmati di bioskop. Kalau mau liat detail pemain atau sutradara, durasi lalala silahkan lihat di IMDB.

Ya..... waktu itu gue bener-bener mau nonton karena penasaran dengan omongan orang di twitter yang bilang filmnya BAGUS PARAH!. Makanya gue nonton film ini. Dari awal opening film, gue udah menikmati keindahan yang dibawakan dalam film ini. Mulai dari binatangnya, suaranya, keindahan alamnya dll. Kalau kata orang-orang film ini menjelaskan tentang spiritual. Tapi sejujurnya gue gak terlalu fokus ke bagian itu. Memang ada dan dijelaskan tentang kehidupan spiritual dari film ini. Tapi hal itu gak membuat gue terenyuh seperti halnya ketika melihat audio visualnya.


Di film, gue lebih orang produksi. Gue bukan orang apresiasi yang sebegitunya melihat alur, pesan, atau apalah. Hal itu juga gue lihat, tetapi gue lebih menyorot dari "Gimana ya si Ang Lee sebagai sutradara nge-direct binatang itu? Robotkah?. Gimana ya ngambil gambar ditengah laut saat diterjang badai separah itu? Gimana ya bisa bikin visual seindah itu? Gimana bisa ngumpulin binatang sebanyak itu?" Ya seperti itulah tepatnya.

Sepenjang perjalanan gue menonton bioskop gue merasakan "tegang-tegang menggemaskan" ketika melihat kehidupan Pi di dalam sekoci. Melihat kekerenan Pi bertahan hidup. Melihat keindahan laut. Melihat keindahan visual lainnya.


Buat yang belom nonton, gue recommend kalian untuk nonton. Karena filmnya bagus dan menghibur. Suka film Avatar kan? Nah keindahan visualnya macem-macem gitu lah ;)

Rate: 8.5 / 10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"