Minggu, 22 Desember 2013

Kineforum Misbar: Gerimis Gak Bubar

Nonton layar tancep, di malam hari, dengan oksigen yang masih berlimpah di ruangan terbuka, serta dengan sensasi pake Jas Hujan dan rintikan air hujan yang membasahinya emang seru banget. Beberapa minggu yang lalu gue dateng ke Kineforum Misbar. Ini semacam teater, eh bukan sih kayak tempat nonton lah, layar tancepan gitu, di Monas. Gue udah lama banget kepengen dateng kesini, sejak liat dari twitternya Kineforum tentang gambar 3D kineforum misbar ini.

Gue dateng dua hari, hari Jumatnya di kala kebanyakan orang ke DWP, gue malah seru sendiri ke Monas. Dan besokannya yaitu sabtu, malem minggu. Hari Jumat ini, gue sendiri ke Monasnya. Dengan berpakaian baju koko dari kantor (maklum hari Jumat, kadang-kadang ke kantornya kokoan), gue melaju ke tempat misbar ini. Eh ternyata pas sampe disana gue ketemu banyak temen gue juga, mulai dari anak kineforumnya yang jaga, terus ada senior dan junior kampus yang juga dateng. That's why gue gak pernah ngerasa "awkward" atau gimana kalo dateng ke acara sendirian, nanti juga ketemu orang. Kalo gak ketemu orang ya kenalan aja (modus) hahaha.

Venue nya kayak gini. Seru kaaaan :D

Yok! Mari kita nonton film Indonesia

Ini ruang tunggu sebelom nonton. Kiri loket tiket. Kanan tempat jajan

Jumat itu gue mengawali dengan nonton Janji Joni karya Joko Anwar. Dari dulu sampai sekarang gue tetep jatuh cinta sama film itu. Filmnya tuh unik, menceritakan tentang profesi yang unik yaitu pengantar roll film, trus storytellingnya Joko Anwar juga cerdas, ditambah deretan artis yang ada di film itu. Walaupun cuma sebagai figuran, tapi banyak banget artis papan atas yang berperan di Janji Joni. Pokoknya two thumbs up deh buat film favorit gue satu itu.

Kemudian film dilanjutkan dengan Belkibolang. Satu film omnibus yang terdiri dari 12 film pendek. Dan ternyata Belkibolang itu artinya Belok Kiri Boleh Langsung. Hahahahaha absurd banget yah. Anyway salah satu film pendek yang jadi favorit gue yaitu "Percakapan Ini" atau bahasa inggrisnya "Chit-Chat". Dan ternyata sutradaranya Ifa Isfansyah, pantesan gue jatuh cinta sama film itu. Baru pernah ngeliat tipe film yang flashback kayak gitu aja. Bukan flashback biasa kayak kebanyakan film-film loh ya. Pokoknya seru deh.

Atasnya kosong melompong tanpa atap

Seat untuk nontonnya

Layar tancepnya

Belkibolang ini mulai dari film yang gue suka, film yang gue ga ngerti dan film yang rada-rada 18++  juga ada. Tapi sejujurnya pas belkibolang ini gue nontonnya gak begitu fokus karena di depan gue ada Ladya Cheryl. Aduh emang kayaknya kampungan banget ya gue hahaha tapi abisnya si Ladya Cheryl ini beneran lucu menggemaskan banget bikin gak konsen. Mau cerita tentang Ladya Cheryl? Ini gue ceritain yah.

Jadi waktu sebelom Belkibolang diputer dan gue liat ada si aktris yang satu ini. Trus gue sih diem aja sambil ngomong dalem hati "wuih, lucu ya. kecil imut-imut gitu pokoknya". Awalnya sih gue mau negor tapi malu-malu kucing biasalah. Waktu gue mau negor eh dia dipanggil sama temen-temen filmmaker lainnya. Yaudah gue diem aja, sambil nungguin. Trus pas dia lagi berdua sama temennya yang ternyata filmmaker Belkibolang itu gue langsung samperin dan to the point bilang "Mba Ladya boleh foto bareng ga?", sambil nyodorin note gue ke temennya itu. Trus difotoin deh kita lagi sama-sama pake jas ujan, soalnya waktu itu emang lagi lumayan ujan. Tapi yes akhirnya gue dapet foto bareng juga. Jadi berasa udah afdhol dateng ke misbar ini. Gue suka banget sama Ladya Cheryl sebenernya di film garapan Mouly Surya yang berjudul Fiksi. Gue ngobrol-ngobrol sedikit sama Ladya Cheryl yang jadi satu experince yang menarik dalam hidup gue. Gak bisa gue ceritain karena takutnya kepanjangan. Intinya Ladya Cheryl merupakan artis lucu, cantik, sederhana, dan menggemaskan, serta humble banget di mata gue. Semoga next time ketemu lagi ya mba Ladya :)

Foto bareng Ladya Cheryl yang menggemaskan dan baik hati

Foto bareng Junior RTC

Di hari kedua, sabtu malem minggu gue niatnya mau nonton Nagabonar yang jaman dahulu kala abis itu baru lanjut film Omnibus Sinema Purnama. Tapi dikarenakan gue cape dan ketiduran bentar, jadi gak dapet Nagabonar. Gue cuma nonton Sinema Purnama bareng anak Sinematografi UI (Danang dan Ajik), serta si Shakadut (temen kantor gue ) yang bawa sepupunya.

Di hari kedua ini cuaca lebih bersahabat sih, gak ujan. Dan Sinema Purnama memberikan gue banyak insight tentang film Omnibus. Bagus sih filmnya. Mantap.

Overall seru banget nonton di Kineforum Misbar ini. Bener-bener kasih experience yang beda banget dalam nonton film. Yang biasanya duduk di biskop dengan seat yang empuk trus ruangan berAC dan makannya popcorn atau hotdog. Ini bisa di ruangan terbuka, sambil pake jas ujan dan rintik-rintik hujan sambilan makan pop mie atau susu hanget. Beh ajib banget, apalagi kalo bisa ditemenenin pacar. Pasti seruuuuu :") #curcol hahaha

Thank you yah Kineforum. Sering-sering bikin kayak gini dong. Setiap malam minggu adain screening lagi di Monas. Bangunan Kineforum Misbarnya dibikin permanen aja. Bagus. Sayang kalo dirubuhin cuma untuk screening beberapa hari :D

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Minggu, 05 Mei 2013

[Review] 9 Summers 10 Autumns The Movie

Saat tahun 2011, gue sudah dipertemukan dengan Novel yang satu ini. 9 Summers 10 Autums. Secara pribadi, gue bukan pembaca novel. Tapi gue emang suka dengan buku yang berhubungan dengan 'Self Development'. Ditambah lagi, pertama kali gue tau novel ini dari penulisnya langsung. Mas Iwan Setyawan pernah bicara di depan gue dan ratusan orang lainnya dan berbagi tentang kisah hidupnya itu. Mulai darisana lah, gue jatuh cinta sama yang namanya 9 Summers 10 Autumns.

Denger novel ini akan di-film-in, gue seneng banget. Ditambah tau, sutradaranya itu mas Ifa Isfansyah. Senengnya jadi berkali-kali lipat, karena gue yakin filmnya akan oke.


9 Summers 10 Autumns ini simpelnya, berceritakan tentang anak supir angkot yang tinggal di kota Malang, dia berhasil menjadi direktur salah satu perusahaan di New York. Makanya slogan, atau tagline buku ini "From Apple to Big Apple".

Cerita dari film ini sangatlah simpel dan mudah dinikmati. Kesederhanaan film ini tidaklah membuat film ini menjadi "murahan" dan "begitu aja". Karena, dibalik ceritanya yang simpel, gue suka dengan pengambilan gambar di film ini. Buat Gandang Warah dan tim sebagai DOP nya yang telah merumuskan segala macem angle kamera, kalian keren banget. Salah satu keunggulan film ini dari pengambilan gambarnya. Dan juga tone warna yang dibuat oleh colourist membuat film ini menjadi lebih sederhana dan enak untuk di nikmati.


Emang sepertinya mas Ifa Isfansyah gak pernah gagal dalam setiap karyanya. Di film ini, dia berhasil menyajikan sesuatu yang tidak flat. Walaupun mungkin dari cerita begitu saja dan mudah ketebak, tetapi mas Ifa merumuskan film ini dengan alur maju  mundur, sehingga tidak begitu membosankan. Ditambah lagi, akting dari beberapa pemain yang menurut gue oke mulai dari Ihsan Tarore yang dari gaya jalannya aja mirip banget sama mas Iwan Setyawan dan juga Ibu dan Bapak yang diperankan oleh Alex Komang dan Dewi Irawan membuat film ini semakin berkualitas.

Film ini memang penuh dengan inspirasi dan motivasi. Tetapi hal itu tidak diperlihatkan secara langsung seperti rasanya "digurui" oleh film. Tapi dengan kesederhanaan setiap kisah di film ini, mampu membuat emosi terpancing dengan adanya lika-liku di kehidupan seorang Iwan Setyawan.


Buat yang belom nonton, coba deh tonton di bioskop. Ajak pacar, temen, atau bokap nyokap juga oke kok. Kalo bukan kita yang nonton Film Indonesia, siapa lagi? Dan pastinya film ini mudah, sederhana dan berkualitas untuk dinikmati. Selamat menonton ;)

Aku memang tidak bisa memilih masa kecilku, tapi masa depan itu hanya kita yang hanya bisa melukiskannya.

Film itu cuma dua jam, makanya segalanya dibikin cepat. Emang kamu mau hidup kamu kayak di film, cuma dua jam?

Rate: 8.2/10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"

Jumat, 07 Desember 2012

[Review] My Life as Film Director

Hai semuanya, kemarenan ini gue abis aja baca buku yang judulnya "My Life as Film Director". Buku ini gue beli saat acara "What's Next After Blogging?".

Buku ini berisikan latar belakang, tips and trick, dan perjalanan karir 4 Sutradara ternama yaitu Hanung Bramantyo, Joko Anwar, Ifa Isfansyah, & Sammaria Simanjuntak. Di buku ini gue jadi tahu gimana awalnya mereka pada bisa jadi sutradara, gimana cara meyakinkan orang tua mereka, apa saja yang dibutuhkan ketika lo menjadi Sutradara.


Karena ini judulnya aja "Review". So, i want to review this book from my honestly point of view:
(+) Buku ini dari segi appearance oke. Mulai dari typography-nya. Terus gambar-gambar yang ada di dalamnya. Warna-warna setiap halaman yang beda-beda (tapi gak norak). Dan juga pembatas bukunya. Pokoknya ini berasa banget kalo ini buku kreatif.
(+) Buku ini menjelaskan perjalanan sutradara from zero to hero. Ada yang mulainya dari magang di production house, ada yang mulai dari bikin film pendek. Pokoknya kalo lo yang baca review ini posisinya sama dengan gue yang lagi amatir-amatirnya memproduksi film pendek untuk mempelajari gimana caranya jadi sutradara, nah mereka juga mengalami hal yang sama dengan kita. Dan setelah membaca buku ini gue jadi optimis kalo suatu saat gue akan berada di posisi seperti mereka (amin).

(-) Bukunya kurang padet materinya. Banyak materi yang udah dibahas di bab awal, terus sedikit diulang lagi di bab selanjutnya. Begitu juga di beberapa paragraf ada point yang sudah disampaikan di kalimat pertama, dan disampaikan lagi di kalimat ketiga atau keempat.
(-) Urutannya gak tetap. Jadi di perkenalan latar belakang sutradara, pertama itu Hanung, lanjut ke Joko, Ifa & Sammaria. Tapi ada di bagian apa yang tiba-tiba dari Hanung ke Ifa atau tiba-tiba ke Samaria. Gak sistematis, jadi harus sedikit mikir ketika ganti sutradara "nah ini giliran siapa ya?". Dan ada beberapa topik yang hanya dibahas dari point of view beberapa sutradara. Gak semuanya.


Tapi secara keseluruhan gue recommend kalian untuk beli buku ini biar tau gimana perjuangan mereka untuk menjadi sutradara seperti sekarang. Mereka melewati masa yang ecek-ecek kayak kita semua kok. Tapi mereka berhasil menjadi besar seperti sekarang karena niat, usaha, doa, dan konsistensinya mereka. Garis besar yang gue tangkep dan catet dari buku ini yaitu, semuanya bermula dari awal dan semuanya butuh proses.

Rate: 7/10

NIZARLAND
"Where The Land Inspires The World"